Tantangan dan Indahnya Membuka Hati Masyarakat - PNPM -MP KECAMATAN DUA BOCCOE
Breaking News :

Tantangan dan Indahnya Membuka Hati Masyarakat

TANTANGAN DAN INDAHNYA MEMBUKA HATI MASYARAKAT
Oleh : Andi Asnayati, S.Pd.
Fasilitator PNPM-MP Kecamatan Dua BoccoE

A.Membuka Alur Pikir Masyarakat dalam Upaya Meredam Kesenjangan
Dewasa ini, berbagai kesenjangan masih menjadi persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia. Khususnya persoalan kemiskinan telah menyebabkan multiekses dalam bidang politik, hukum, dan keamanan. Setumpuk pengalaman getir yang dialami bangsa ini lebih disebabkan desakan ekonomi yang tengah melilit masyarakat. Perhatian pemerintah terhadap upaya kesenjangan ini patut mendapatkan apresiasi. Berbagai langkah strategis telah dilakukan secara sinergis. Salah satunya PNPM-Mandiri Perdesaan. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan, masyarakat tidak hanya sebatas dijadikan pelaksana semata, namun jauh dari itu, masyarakat dijadikan sebagai pelaku dalam hal manajerial yakni perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian, sementara pemerintah dan fasilitator hanya menjembatani agar pelaksanaannya tidak membias dan tidak keluar dari hakikat PNPM Mandiri Perdesaan itu sendiri.
Dalam menumbuhkembangkan kemandirian masyarakat di semua lini tersebut, masyarakat tentunya harus dibekali dengan berbagai pemahaman dan pengetahuan. Disamping membekali pengetahuan teknis, pelatihan masyarakat juga harus ditekankan pada menanaman nilai-nilai dalam merubah berbagai sudut pandang keliru yang selama ini menjadi salah satu akar kemiskinan. Penanaman pengetahuan dan nilai-nilai semestinya tidak hanya dilakukan melalui proses sosialisasi semata. Namun diperlukan sebuah ruang khusus yang memberikan keleluasaan masyarakat untuk menerima dan memahami pengetahuan dan nilai-nilai yang ditransformasikan. Hal tersebut hanya bisa dilakukan melalui berbagai pelatihan khusus yang dilaksanakan secara terencana dan terpadu.
Dari pengalaman penulis sebagai fasilitator kecamatan, terdapat sejumlah training/pelatihan masyarakat yang dirancang melalui PNPM-Mandiri Perdesaan. Diantaranya adalah pelatihan Tim Pengelola Kegiatan (TPK),pelatihan Unit Pengelola Kegiatan (UPK), pelatihan kader teknis, pelatihan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), pelatihan Badan Pengawas UPK, pelatihan pembuatan RPJM Desa, pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), pelatihan Tim Pemelihara, pelatihan Tim Monitoring, serta berbagai pelatihan keterampilan lainnya.
Berdasarkan hasil evaluasi, diperoleh fakta, bahwa pengetahuan atau pemahaman yang diberikan melalui pelatihan tersebut lebih bersifat sentralistik yakni masih terpusat pada peserta pelatihan saja. Idealnya pengetahuan dan pemahaman dalam merencanakan, mengorganisasian, dan mengendalian haruslah melibatkan seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat miskin sebagai sasaran utama PNPM-mandiri Perdesaan. Sebutlah sebagai contoh, dalam hal pengawasan proses pelaksanaan PNPM-Mandiri Perdesaan ditingkat desa yang pada prinsipnya bukan hanya merupakan tanggung jawab dari sebuah Tim Monitoring saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat, terutama didesa itu sendiri. Namun kenyataannya, pengetahuan dan pemahaman tentang proses monitoring hanya diberikan kepada Tim Monitoring saja sehingga masyarakat lainnya lebih terlihat sebagai penonton dan meraba-raba apa yang harus diawasinya.
Pada hakikatnya, perubahan pola pikir dan upaya menanamkan komitmen pelibatan masyarakat dalam memberantas kemiskinan seharusnya menjadi gerbang utama pelaksanaan berbagai program pengentasan kemiskinan. Dan seyogianya pula, masalah ini tidak hanya dilakukan melalui sosialisasi belaka dalam waktu yang sangat terbatas. Akan tetapi harus dilakukan melalui strategi yang dirancang secara komperehensip dan terpadu.
Menurut hemat penulis, terdapat dua pendekatan strategis yang dapat diterapkan dalam upaya menggali alur pikir untuk misi transformasi pengetahuan kepada masyarakat. Pertama, pendekatan informal yaitu menjalin hubungan emosional dengan masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk kekeluargaan. Sehingga masyarakat dapat lebih taransparan dalam mengungkapkan gagasannya tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Kedua, pendekatan secara nonformal yaitu melakukan workshop terpadu dan terinci dengan tujuan optimalisasi hasil. Yang diperlukan adalah rumusan strategi atau minimal adanya improvisasi dari fasilitator dalam mendorong adanya transformasi pengetahuan dari peserta pelatihan kepada masyarakat luas. Apabila kedua pendekatan tersebut dapat terimplementasi secara partisipatif maka diharapkan akan meminimalisisir problematika yang ada dalam upaya meredam dan mengikis kesenjangan dimasyarakat.
B. Diperlukan Persiapan Pisik dan Mental
Dalam menyikapi berbagai permasalahan diatas, maka sebagai FK atau pelaku pemberdayaan masyarakat harus memiliki kemampuan tersendiri baik dalam hal profesionalisme maupun kemapanan pisik dan mentalistik agar siap dan mampu menghadapi berbagai kendala yang dihadapinya. Menjadi pelaku pemberdayaan masyarakat memang tak mudah. Selalu ada ujian dan kadang tak semua bisa melewatinya kemampuan adaptasi sangat diperlukan dalam hal ini. Namun jika berhasil, apalagi membuka cara pandang dan pola pikir masyarakat dalam mencari solusi yang dihadapinya, sama halnya dengan keberhasilan membuka hati mereka.
Pandangan itu, bukan sekadar cerita lepas, namun itulah yang dirasakan bagi mereka yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat baik sebagai fasilitator kecamatan maupun Tehnik di PNPM-MP. Hal ini merupakan Ujian yang besar baginya, karena tak terbiasa dengan dunia pemberdayaan dan harus berhadapan dengan realitas yang tak pernah disentuh sebelumnya, yakni berhadapan dengan multikarakter masyarakat.
Bilamana mau mendengar dan merangkum apa yang menjadi kebutuhan dan harapan masyarakat, kemudian diakomodir dengan mencari solusi untuk mereka maka setara dengan membuka hati masyarakat. Namun tak dapat dipungkiri,adanya sikap curiga merupakan tantangan awal yang dihadapi ketika mulai mencoba berbaur dengan masyarakat. Dikalangan masyarakat masih terdapat pandangan, bahwa ketika mengajak masyarakat untuk berkumpul untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungannya, akan selalu dikonotasikan dengan anggaran transportasi atau uang saku. Memang disadari, bahwa dana pendampingan sosialiasi itu minim. Makanya ketika warga diajak musyawarah di kantor desa, kurang diminati. “Apalagi tidak ada uang saku atau transportasi”. Demikian ujarnya.
Dari sinilah,terkadang  munculnya keraguan masyarakat. Ada ketidakyakinan akan adanya program yang bisa didanai, karena untuk pertemuan saja anggarannya tidak ada atau minim. “Disini pulalah tantangannya, bagaimana meyakinkan masyarakat pada tahap awal masuknya pelaku dibidang pemberdayaan masyarakat di PNPM-MP. Memang untuk pertemuan sosialisasi anggaran minim, sehingga perlu membuka hati dan pikiran mereka tentang pemberdayaan masyarakat. Dengan kesabaran dan keteguhan hati,muncullah rasa kredibilitas yang tinggi ketika masyarakat mulai yakin dan percaya, karena kegiatan yang diprogramkan melalui penggalian gagasan (Pagas) dapat terealisir dengan prinsip pemberdayaan kooperatif partisipatif yakni pelibatan masyarakat setempat.
Mengumpulkan masyarakat saat Pagas (penggalian gagasan), tak mudah. Karena masyarakat di desa umumnya memiliki kesibukan mayoritas bidang pertanian, sehingga perlu melihat kondisi dan waktu luangnya. Salah satu langkah Untuk sosialisasi, biasanya dengan pendekatan informal ke kepala dusun, agar dapat membantu mengumpulkan warga. Tak heran, seiring dengan waktu maka sistem kompetisi pun mulai terbangun setelah masyarakat memahami. Dalam penggalian gagasan tidak semua kegiatan dapat diakomodir. Usulan tiap dusun dibawa ke desa untuk menentukan skala prioritas atau perangkingan. Kalau hasil musyawarah sudah disepakati, maka tinggal vooting, mana yang diutamakan. Namun akhirnya  masih ada diantara mereka yang Keluar dan tak menerima keputusan itu. Hal ini bagian dari tantangan yang harus disikapi dengan sabar.
Tak dapat dipungkiri, bahwa berbagai asumsi yang mendera fasilitator ketika masuk ke dunia pemberdayaan, tak banyak yang mampu bertahan karena ketidakmampuan menghadapi sistem kerja dilapangan. Apalagi bersentuhan langsung dengan masyarakat yang beragam karakter dan medan kerja serta geografis yang kadang menantang. Memang dibutuhkan kesiapan pisik dan mental yang memadai. Komunikasi yang dibangun dengan masyarakat tidak sejalan, sehingga terjadi benturan antara pesan yang ingin disampakan dengan pola pendekatannya, sehingga mereka merasa tidak sanggup.Namun ada juga yang beralasan karena persoalan non tehnis. Terdapat sugesti lain. Ketika fasilitator terdesak dengan kebutuhan uang, mereka meminjam di UPK. Sementara di PNPM, jangankan ambil, pinjam saja tidak boleh. Meskipun tanpa bukti tertulis meminjam uang, namun ketika UPK membenarkan maka akan ada tindakan administratif. bahkan Kalau diproses maka tidak ada ampun, diberhentikan atau sama dengan di PHK-kan. Masalah lain yang dihadapi para pelaku pemberdayaan dilapangan adalah kemampuan berkomunikasi. Cenderung mereka tidak diterima oleh masyarakat. Lain halnya Ketika apa yang disampaikan ke masyarakat dan masyarakat merasakan manfaatnya, maka kita tentu merasa senang. Apabila kita mencintai pekerjaan sebagai pelaku di dunia pemberdayaan maka tidak ada yang susah. Memang diperlukan jiwa patriotis seorang fasilitator.
C. Tantangan dan Birokrasi
            Di PNPM-Masyarakat Perdesaan sarat dengan berbagai laporan program dalam bentuk administratif.Bagaimana mengomunikasikan program ke masyarakat. Sebenarnya hal ini bukanlah tantangan terberat. Melainkan Kenyataan di lapangan, tantangan terberat ada diunsur birokrasi, khususnya birokrasi desa dan kecamatan. Terdapat persepsi yang berbeda oleh birokrasi tersebut, bahwa kalau di PNPM tidak ada dana pendamping untuk camat dan kepala desa. Sehingga pertama turun ke desa dan kecamatan, terkadang timbul pertanyaan berbau finansial yang menggelitik "apa income buat desa dan kecamatan" ?. Demikian salah satu pertanyaan yang sering muncul.
Namun sebagai fasilitator tentu tetap berupaya semampunya dalam mengantisipasi bias-bias tersebut. Komunikasi persuasif dan berbagai pendekatan lainnya akan dilakukannya dengan penuh ketabahan. Kebijakan program tetap harus jalan demi kepentingan masyarakat. Tantangan harus dijadikan sebagai motivasi untuk lebih mendewasakan diri dalam berbuat.
D. Penutup
            Merujuk semangat prinsip kerja leluhur Bugis " Siattinglima, Sitonraola, Tessipano" maka segala tantangan yang ada akan terselesaikan dengan baik. Yang berat jadi ringan yang susah jadi gampang. Dekatilah orang-orang yang pura-pura tidak tahu padahal tahu, bangkitkanlah ia karena mereka hanya tertidur. Itulah indahnya membuka hati masyarakat.(salama topada salama)
AKU CINTA PNPM-MP BERPIHAK KE RAKYAT KECIL

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-p =))

Terima kasih Atas Komentar Anda

 
 EMAIL   : Copyright © 2011. PNPM -MP KECAMATAN DUA BOCCOE - All Rights Reserved
Welcome Links Work
Spesialis Admin