Dalam proses pembangunan di Indonesia selama ini masih mengedepankan sebuah model sistem pembangunan yang mengacu kepada suatu proses pembangunan yang masih mengacu kepada paradigma bahwa pembangunan masyarakat hanya diarahkan kepada pembangunan fisik semata tanpa melihat sisi pemberdayaan masyarakat dalam partisipasinya pada semua proses pembangunan baik perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan juga Peraturan Pemerintah Tahun 2005 Tentang Perentahan Desa.
Sejak dikeluarkannya Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa dimana dalam implementasi program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Tahun 2008 diwajibkan dalam fasilitasi penggalian gagasan dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) maka beberapa hal yang positif dalam mengawal proses penyusunan ususlan atau gagasan masyarakat yang dikaji melalui partisipatif menggunakan beberapa metode Participatory Rural Appraisal (PRA) yang terdiri dari peta desa, kelembagaan desa, dan kalender musim. Hal-hal positif tersebut adalah;
1. Masyarakat secara pertisipatif memahami kondisi dan permasalahan desa dan dengan mudah untuk menentukan prioritas usulan desa.
2. Hasil dari proses penyusunan usulan desa/gagasan masyarakat tidak hanya kepada hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan fisik semata akan tetapi permasalahan kemasyarakatan lainnya yang mengacu kepada analisa kelembagaan desa.
3. Masyarakat dapat menyusun sesuai dengan analisa yang telah dibuat secara sederhana melalui proses fasilitasi model analisa menggunakan hanya 3 tolok ukur kajian desa yaitu peta desa, kelembagaan desa, dan kalender musim.
Ada beberapa hal penting didalam mendukung implementasi dari pengintegrasian pembangunan reguler menjadi sebuah sistem baku pembangunan pertisipatif yang diaplikasikan melalui PNPM-MP diantaranya ádalah bagaimana sebuah sistem pembangunan pertisipatif menjadi sebuah “kewajiban” dan “keharusan” bagi pemerintah daerah Kabupaten dalam menyusun perencanaan pembangunan seperti apa yang diproses dalam PNPM-MP. Hal terpenting yang menjadikan proses perencanaan pembangunan pertasipatif ini ádalah tentang bagaimana kebijakan implementasinya menjadi keharusan setiap wilayah kabupaten. kecamatan, dan desa. Kebijakan ini harusnya diterapkan dalam Musrenbang Desa dan Musrenbang Kecamatan sehingga pola pembangunan partisipatif seperti yang diusung oleh PNPM-MP dapat dilaksanakan juga pada Musrenbang, sehingga integrasi tidak hanya mengacu bagaimana dibangun suatu integrasi antara Musrenbang (Pembangunan Reguler) dan PNPM-MP (Pembangunan Partisipatif) dalam kesesuaian waktu pelaksanaannya saja. Bila ini selalu wacana yang dibangun maka kedua hal ini akan sulit dilaksanakan karena proses PNPM-MP selalu prosesnya dilakukan setelah Musrenbang dilaksanakan.
Bagaimana membangun suatu Sistem Pembangunan Partisipatif dapat dilaksanakan sebagai suatu stándar baku perencanaan pembangunan desa?
Dalam era Otonomi Daerah saat ini maka sudah selakyaknyalah sebuah sistem pembangunan partisipatif menjadi keharusan karena dari berbagai pelaksanaan PPK sampai pelaksanaan PNPM-MP telah terbukti bahwa pelaksanaan pembangunan yang dimulai dari proses perencanaan sampai pengawasan yang melibatkan masyarakat telah memberikan peluang kemandirian kepada masyarakat dalam mengawal proses pembangunan di Indonesia. Oleh sebab itu PNPM-MP dapat menjawab upaya-upaya pengentasan kemiskinan yang selama ini menjadi sesuatu hal yang tak pernah terjawab melalui berbagai program yang dilakukan. PNPM-MP sementara ini ádalah sebuah sistem pembangunan pertisipatif yang menjadi solusi terbaik didalam implementasi pembangunan di Indonesia saat ini
Dalam sistem pembangunan reguler (Musrenbang) maka perlu diintegrasikan seperti yang dilakukan PNPM-MP. Untuk mendukung ini maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan;
1. Dibangun sebuah kebijakan yang mengharuskan setiap wilayah kabupaten, kecamatan, dan desa untuk melakukan proses pembangunan partisipatif sesuai yang dilaksanakan PNPM-MP mulai dari penggalian gagasan sampai Musyawarah Antar Desa II atau yang kita sebut sebagai Musrenbang atau kebijakan yang menetapkan hasil proses perencanaan pembangunan Partisipatif PNPM-MP ditetapkan menjadi acuan Musrenbang masing-masing kecamatan.
2. Untuk wilayah kecamatan non PNPM-MP maka untuk mendukung hal tersebut, kebijakan juga menyangkut bagaimana pusat atau daerah dapat memberikan dukungan terhadap keberadaan fasilitator masyarakat/pendamping (community facilitator) untuk membantu proses perencanaan partisipatif tersebut.
Dengan mengedepankan kebijakan tersebut maka pengintgrasian dapat dilaksanakan sebagai suatu sistem baku Pembangunan Partisipatif di Indonesia sehingga keberhasilan PNPM-MP dapat aplikasikan bagi semua model pembangunan di Indonesia.
Andi Asnayati, S.Pd.
Andi Asnayati, S.Pd.
Posting Komentar
Terima kasih Atas Komentar Anda